Produk Industri Agro Melebarkan Pasar Eskpor ke Uni Eropa

By Admin

nusakini.com--Indonesia dan Uni Eropa terus mengembangkan kerja sama perdagangan dan investasi melalui perjanjian kemitraan ekonomi komprehensif (comprehensive economic partnership agreement/CEPA). Dalam hal ini, Kementerian Perindustrian RI tengah berupaya memperluas pasar ekspor bagi produk-produk industri dalam negeri ke Uni Eropa. 

Demikian disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto usai melakukan Bilateral Meeting dengan Komisioner untuk Pertanian dan Pembangunan Daerah Uni Eropa Phil Hogan di Jakarta, Selasa (8/11). “Kami telah membahas mengenai perkembangan CEPA Indonesia dan Uni Eropa termasuk terkait pengenaan dumping produk kita seperti minyak sawit, biodiesel dan turunannya,” kata Airlangga. 

Menurut Menperin, dalam pertemuan tersebut, pihaknya telah meminta agar produk-produk industri khususnya di sektor agro tidak lagi dikenakan tarif anti dumping sehingga dapat meningkatkan ekspor komoditas Indonesia ke Benua Biru. “Apalagi, Vietnam dan Singapura tengah memproses pemanfaatan CEPA dengan Uni Eropa, maka kita juga harus bisa lebih berdaya saing,” ujarnya. 

Sementara itu, Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto menyampaikan, ada beberapa peluang kerja sama investasi di sektor industri agro yang akan dilakukan Indonesia-Uni Eropa seperti pengembangan produk makanan berbasis susu dan penerapan teknologi penggemukan sapi. “Kami juga mendorong peningkatan ekspor untuk industri hasil hutan seperti pulp dan kertas,” tuturnya. 

Panggah menambahkan, pihak Uni Eropa akan memfasilitasi standarisasi produk-produk industri agro asal Indonesia dengan standar yang berlaku di Uni Eropa. "Eropa memakai standar yang tinggi, sehingga kita akan lakukan penyesuaian supaya produk-produk dalam negeri bisa masuk ke sana," jelasnya. 

Berdasarkan data BPS, nilai perdagangan Indonesia-Uni Eropa mencapai USD 26,4 miliar pada tahun 2015. Uni Eropa merupakan mitra ke-4 terbesar Indonesia dalam perdagangan luar negeri. Di bidang investasi, Uni Eropa berada pada posisi ke-3 terbesar dengan nilai mencapai USD 2,26 miliar. 

Selain itu, Uni Eropa merupakan pasar ekspor non-migas terbesar bagi Indonesia, sehingga jika pasar dibuka lebih luas lagi, akan mendatangkan keuntungan yang lebih tinggi. Pada tahun 2015, nilai perdagangan bilateral dengan Jerman mencapai USD 6,1 miliar, Belgia USD 1,67 miliar, Belanda USD 4,22 miliar, dan Inggris USD 2,55 miliar. 

Ekspor Indonesia ke Uni Eropa masih didominasi produk agro, seperti minyak kelapa sawit, karet alam, dan kopra. Sebaliknya, produk impor Indonesia dari Uni Eropa didominasi produk-produk industri, seperti permesinan, peralatan telekomunikasi, suku cadang pesawat terbang, dan obat-obatan. 

Pada kesempatan yang sama, Phil Hogan mengatakan, melalui pelaksanaan EU-lndonesia Business Dialogue (EIBD) 2016 diharapkan menjadi sarana strategis untuk membangun kebijakan yang konstruktif dan pertukaran ide antara kedua pihak. Terlebih lagi, EIBD tahun ini menjadi tonggak penting dengan diluncurkannya negosiasi untuk merumuskan CEPA. “Tujuan akhirnya adalah untuk menciptakan lingkungan perdagangan dan investasi yangn mampu menggerakkan perdagangan Eropa dan Indonesia tumbuh bersama,” ujarnya. 

Pada hari yang sama, Sekjen Kemenperin Syarif Hidayat mengungkapkan, tantangan industri nasional ke depan semakin berat dengan masuknya era globalisasi, terutama dengan kecenderungan negara-negara membentuk kawasan ekonomi tersendiri, seperti CEPA dan yang saat ini telah berlangsung, Masyarakat Ekonomi ASEAN.

“Sebagai bangsa yang besar dengan penduduk terbesar di Asia Tenggara, Indonesia melihat ini bukan hanya sekedar sebagai sebuah tantangan, tetapi ada peluang yang harus kita raih dan perjuangkan,” ujarnya di Jakarta pada pembukaan Pameran Indonesia Quality Expo (IQE) ke-4, Selasa (8/11). 

Oleh karena itu, penerapan Standar Nasional Indonesia (SNI) menjadi salah satu strategi untuk meraih peluang sekaligus memenangkan persaingan pasar yang semakin ketat. “Perindustrian dan standar merupakan satu bagian. Apalagi, Kemenperin punya tugas di RPJMN sampai tahun 2019 bahwa industri harus berdaya saing,” tuturnya. 

Syarif mengungkapkan, produk yang saat ini cukup sulit untuk mencapai efisiensi dan standarisasi tinggi, diantaranya komponen otomotif dan perkapalan. “Karena melalui standar akan lebih efisien untuk memproduksinya. Untuk itu, Pemerintah punya kepentingan untuk penerapan standardisasi,” ujarnya. 

Syarif mengatakan, penerapan SNI ini perlu koordinasi kuat dengan Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan pemangku kepentingan untuk meningkatkan kesadaran dan membangun budaya standar di masyarakat Indonesia. “Dengan momentum peringatan Hari Standar Dunia dan Bulan Mutu Nasional 2016, kami memberikan apresiasi kepada BSN atas penyelenggaraan Pameran IQE ke-4,” ungkapnya. 

Menurut Syarif, standar dan penilaian kesesuaian, juga sebagai salah satu alat yang bisa digunakan untuk menyaring derasnya produk impor yang masuk ke pasar domestik. Di sisi lain, dapat melindungi konsumen dari bahaya keamanan, kesehatan, keselamatan serta kelestarian lingkungan. 

“Sesuai dengan amanah dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 bahwa negara harus melindungi segenap bangsa Indonesia, maka peran standardisasi dan penilaian kesesuaian menjadi sangat penting dan akan menjadi sebuah keharusan menerapkannya di masa yang akan datang,” paparnya. 

Sementara itu, Kepala BSN Bambang Prasetya menjelaskan, pihaknya berfokus untuk terus membina dan mengembangkan standardisasi di Indonesia. “Kami terus mengembangkan SNI dan sistem penilaian kesesuaian yang dibutuhkan oleh para pemangku kepentingan sehingga tercipta produk nasional yang berdaya saing, mendunia dan sekaligus membanggakan,” tuturnya. 

Untuk itu, Bambang berharap, pameran IQE 2016 dapat menjadi spirit dan komitmen bersama para pemangku kepentingan untuk memajukan standardisasi dan penilaian kesesuaian di Indonesia, serta bermanfaat bagi masyarakat Indonesia dam pengunjung pameran. 

Pameran IQE 2016 berlangsung selama empat hari, tanggal 8-11 November 2016 di Plasa Pameran Industri, Kementerian Perindustrian, Jakarta. Kegiatan yang dibuka untuk umum mulai pukul 09.00-17.00 WIB ini menampilkan berbagai produk berlabel SNI yang diikuti 31 peserta baik dari industri, lembaga penilaian kesesuaian, perguruan tinggi, serta pemerintah.(p/ab)